A. Pendahuluan
Ilmu pengetahuan adalah himpunan pengetahu Al-Qur’an secara ilmu kebahasaan berakar dari kata qaraa yaqrau qur’anan yang bererti “bacan atau yang dibaca”. Secara general Al-Qur’an didefenisikan sebagai sebuah kitab yang berisi himpunan kalam Allah, suatu mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan malikat Jbril, ditulis dalam mushaf yang kemurniannya senantiasa terpelihara, dan membacanya merupakan amal ibadah.

Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus
diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengethuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan[1], semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai asfek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebgaianya.(Q.S. Al-an’am: 38). Lebih lanjut Achmad Baiquni mengatakan, “sebenarnya segala ilmu yang diperlukan manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an”.

Salah satu kemu’jizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuaan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali Q.S Al-‘alaq 96/1-5.

1.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Ayat tersebut di atas mengandung perintah membaca, membaca berarti berfikir secara teratur atau sitematis dalam mempelajari firman dan ciptaannya, berfikir dengan menkorelasikan antara ayat qauliah dan kauniah manusia akan mampu menmukan konsep-konsep sains dan ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammada SAW. dan umat Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. tentunya ilmu pengetahuan diperoleh di awali dengan cara membaca, karena membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan, baik membaca ayat qauliah maupun ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengethui apa-apa, pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui pengalaman yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan penglihatan demi untuk mencapai kejayaan, kebahagian dunia dan akhirat. Dalam Al-Qur’an terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau kebudayaan lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan kepentingan ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam Al-Qur’an (Islam). Al-Qur’an selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkinan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Pendapat lain menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan gambaran atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta-fakta pengalaman manusia yang disusun dengan metode-metode tertentu dan menggunakan istilah-istilah yang disederhanakan.[2]


Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah fakta-fakta pengalaman manusia yang disusun secara seksama dan sistematis sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan serta dapat diterima rasio. Dalam hal ini Al-Qur'an memberikan penghargaan yang amat tinggi terhadap akal. Tidak sedikit ayat –ayat Al-Qur'an yang menganjurkan dan mendorong manusia agar menggunakan pikiran dan akalnya untuk senantiasa menuntut ilmu. Dengan penggunaan akal dan pikiran tersebut, ilmu pengetahuan dapat diperoleh dan dikembangkan.

Dalam pembahasan makalah ini, mencoba untuk menguaikan hubungan dan konsep Al Quran terhadap ilmu pengetahuan.

Pembahasan

Islam dan Ilmu Pengetahuan

Islam adalah satu-satunya agama di dunia yang sangat (bahkan paling) empatik dalam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Al-Qur’an itu sendiri merupakan sumber ilmu dan sumber insfirasi berbagai disiplin ilmu pengetahuan sains dan teknelogi. Betapa tidak, Al-Qur’an sendiri mengandung banyak konsep-konsep sains, ilmu pengetahuan dan teknelogi serta pujian terhadap orang-orang yang berilmu. Dalam Q.S. Al-Mujadalah 58/11 Allah berfirman, “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat”. Selain Al-Qur’an, Hadits-hadits Nabi juga sangat banyak yang mendorong dan menekankan, bahkan mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu. Sebgaimana sabda beliau.

طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة (رواه ابن عبد البر )

“Menuntut ilmu itu suatu kewajiban kepada setiap muslim laki-laki dan perempuan”
Hadits ini membrikan dorongan yang sangat kuat bagi kaum muslimin untuk belajar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum, karena suatu perintah kewajiban tentunya harus dilaksanakan, dan berdosa hukumnya jika tidak dikerjakan. Lebih lanjut Rasulullah mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayatnya, tanpa di batasi usia, ruang, waktu dan tempat sebagaimana sabdanya “Tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang lahat)”. Dan “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina”. Dorongan dari al-Qur’an dan perintah dari Rasul tersebut telah diperaktekkan oleh generasi Islam pada masa abad pertengahan (abad ke 7-13 M). Hal ini terbukti dengan banykanya ilmuan-ilmuan Muslim tampil kepentas dunia ilmu pengetahuan, sains dan teknelogi, seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, Ikhwanusshafa, Ibn Miskwaih, Nasiruddin al-Thusi, Ibn rusyd, Imam al-Ghazali, Al-Biruni, Fakhrudin ar-Razy, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali dan lain-lain. Ilmu yang mereka kembangkan pun bebagai maca disiplin ilmu, bahkan meliputi segala cabang ilmu yang berkembang pada masa itu, antara lain: ilmu Filsafat, Astrnomi, Fisika, Astronomi, Astrologi, Alkemi, Kedokteran, Optik, Farmasi, Tasauf, Fiqih, Tafsir, Ilmu Kalam dan sebagainya, pada masa itu kejayaan, kemakmuran, kekuasaan dan politik berda di bawah kendali umat Islam, karena mereka meguasai sains, ilmu pengetahuan dan teknelogi. Rasul pernah bersabda “Umatku akan jaya dengan ilmu dan harta”. Banyak lagi hadits-hadits beliau yang memberikan anjuran dan motivasi kepada umatnya untuk belajar menuntut ilmu, namun dalam kesempatan ini tentunya tidak dapat disebutkan semuanya.[3]

Sains dan Ilmu Pengetahuan

Sains dan ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali[4]. Sains merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melakasanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal istilah “ sains mengenai waktu-waktu tertentu”[5]. Banyak lagi ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknelogi, seperti untuk menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan agama Islam diperlukan kendraan sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.

Hai jama''ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).

Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknelogi, dan hal ini telah terbukti di era mederen sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menmbus angksa luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknelogi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars, Juipeter dan pelanet-pelanet lainnya.

Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat) dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknelogi di abad modren ini, sebenarnya merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan atau dengan kata lain ilmuan muslim banyak memberikan sumbangan kepada ilmua barat, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Perdaban Islam “kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol[6]” dan ini di akui oleh sebagian mereka. Sains dan teknelogi baik itu yang ditemukan oleh ilmuan muslim maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan datang, itu semua sebagai bukti kebenaran informasi yang terkandung di dalam al-qur’an, karena jauh sebelum peristiwa penemuan-penemuan itu terjadi al-Qur’an telah memberikan isyarat-isyarat tentang hal itu, dan ini termasuk bagian dari kemukjizatan al-Qur’an, dimana kebenaran yang terkandung didalamnya selalu terbuka untuk dikaji, didiskusikan, diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiyah oleh sipa pun.

Karakteristik Sains Islam

Allah SWT. telah menganugrahkan akal kepada manusia, suatu anugrah yang sangat berharga, yang tidak diberikan kepada makhluk lain, sehingga umat manusia mampu berpikir kritis dan logis. Agama Islam datang dengan sifat kemuliaan sekaligus mengaktifkan kerja akal serta menuntunnya kearah pemikiran Islam yang rahmatan lil’alamin. Artinya bahwa Islam menempatkan akal sebagai perangkat untuk memperkuat basis pengetahuan tentang keislaman seseorang sehingga ia mampu membedakan mana yang hak dan yang batil, mampu membuat pilihan yang terbaik bagi dirinya, orang lain, masyarakat, lingkungan, agama dan bangsanya[7].

Sains Islam bukanlah suatu yang terlepas secara bebas dari norma dan etika keagamaan, tapi ia tetap dalam kendali agama, ia tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya Islam . Karena antara agama dan sains dalam Islam tidak ada pemisahan, bahkan sains Islam bertujuan untuk menghantarkan seseorang kepada pemahaman yang lebih mendalam terhadap rahasi-rahasia yang terkandung dalam ayat-ayat Allah, baik ayat qauliah maupun ayat kauniah melalui pendayagunaan potensi nalar dan akal secara maksimal. Sains Islam tetap merujuk kepada sumber aslinya yakni Al-Qur’an dan Hadits, tidak hanya berpandu kepada kemampuan akal dan nalar semata, tetapi perpaduan anatara dzikir dan fikir, sebab bila hanya akal dan nalar yang menjadi rujukan, maka tidak jarang hasil temuaannya bertentangan ajaran agama atau disalah gunakan kepada hal-hal yang menyimpang dari norma-norma dan ajaran agama. Hasil penemuan tersbut bisa-bisa tidak mendatangkan manfaat tepi malah mendatangkan mafsadah, kerusakan, dan bencana di sana sini.

Berbeda halnya dengan sains dan ilmu pengetahuan dalam agama Kristen, dalam agama Kristen sains dan ilmu pengetahuan tidak ada ikatan dengan agama, karena antara Gereja dan ilmuan ada pertentangna yang sangat tajam sebagaimana kita dapati dalam fakta sejarah dihuukm matinya seorang ilmuan Galileo Galilei (1564-1050M) hanya disebabkan pendapatnya berbeda dengan Gereja pada ketika itu. Para ilmuan Kristen dalam melakukan riset pengembangan keilmuannya tidak ada panduan wahyu sama sekali, maka tidak jarang atau sering kali hasil penemuan ilmiyah mereka tidak sejalan dengan etika moral keagamaan, menyimpang dari ajaran agama dan hal ini dimaklumi karena akal punya keterbatasan untuk mengungkapkan nilai-nilai kebenaran bila tidak didukung dan dipandu oleh wahyu. Agama, sains dan ilmu pengetahuan dalam agama Kristen berjalan sendiri-sendiri tidak ada keterikatan antara keduanya.


Karekteristik dari sains Islam adalah keterpaduan antara potensi nalar, akal dan wahyu serta dzikir dan fikir, sehingga sains yang dihasilkan ilmuan Muslim batul-betul Islami, bermakna, membawa kesejukan bagi alam semesta, artinya mendatangkan manfaat dan kemaslahatan bagi kepentingan umat manusia sesuai dengan misi Islam rahmatan lil’alamin. Sains Islam selalu terikat dengan nilai-nilai dan norma agama dan selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan ia membantu menghantarkan para penemunya kepada pemahaman, keyakinan yang lebih sempurna kepada kebanaran informasi yang terkandung dalam ayat-ayat Allah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Allah, mengakui keagungan, kebesaran, dan kemaha kuasan-Nya

Korelasi antara Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.[8]

Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri.

Dalam Al qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain :

Subjektivitas (a) suka dan tidak suka (baca antara lain, QS 43:78 ; 7:79); (b) taqlid atau mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33:67 ; 2:170).

Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS 10:36).

Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca antara lain QS 21:37).

Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca antara lain QS 7:146).

Di samping itu, terdapat tuntutan tuntutan antara lain :

Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan (QS 17:36), dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui dulu persoalan (baca antara lain QS 36:17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca antara lain, QS 10:39).

Jangan menilai sesuatu karena factor ekstern apa pun walaupun dalam dalam pribadi tokoh yang paling diagungkan.

Ayat- ayat semacam inilah yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu. “tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, serta tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan dimana saja ia kehendaki. Inilah korelasi pertama dan utama antara Al qur’an dan ilmu pengetahuan.

Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat Al qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagian nya telah diketahui oleh masyarakat arab ketika itu. Namun apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya.[9]

Dalam dalam penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al qur’an, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula hal yang perlu di garisbawahi, yaitu (1) Bahasa (2) konteks ayat-ayat ; dan (3) sifat penemuan ilmiah.

Bahasa

Disepakati oleh semua pihak bahwa untuk memahami kandungan Al qur’an dibutuhkan pengetahuan bahasa arab. Untuk memahami arti suatu kata dalam rangkaian redaksi suatu ayat, seorang terlebih dahulu harus meneliti apa saja pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memperhatikan segala aspek yang berhubngan ayat tadi.

Konteks antara kata atau ayat

Memahami pengertian suatu kata dalam sdalam rangkaian satu ayat tidak dapat dilepaskan dari konteks kata tersebut dengan keseluruhan kata dalam redaksi ayat tadi.

Sifat penemuan ilmiah

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa hasil pemikiran seseorang dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalamannya. Perkembangan ilmu pengetahuan sudah sedemikian pesatnya, sehingga dari faktor ini saja pemahaman terhadap redaksi Al qur’an dapat berbeda-beda.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa salah satu pembuktian tentang kebenaran Al qur’an adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat-ayat Al qur’an yang berbicara tentang hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namu terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti :

·         Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47 ).

·         Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5).

·         Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisa-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88).

·         Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses foto sintesis sehingga menghasilkan energy (QS 36:80). bahkan, istilah Al qur’an, al syajar al akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, dahan dan ranting yang warnanya hijau.

·         Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7; 96:2).

·         Ilmu kesehatan Anak.

Dengan menyusu pada ibunya, bayi yang baru lahir mendapat air susu ibu yang mengandung colostrum, yang mengakibatkan bayi tersebut jarang terserang infeksi, terutama infeksi pada usus.

Air susu ibu adalah susu yang paling gampang diperoleh, kapan saja dan dimana saja. Lebih instant dari susu yang manapun juga serta dapat diberikan secara hangat dengan suhu yang optimal dan bebas kontaminasi. Al-Qur'an juga menentukan lamanya seorang bayi menyusu dengan air susu ibu, dan kemungkinan bagi bayi untuk disusukan kepada ibu-ibu lain sebagaimana dinyatakan dalam (QS. 2:233)

·         Ilmu Falak

Sesuatu ayat Al-Qur'an diturunkan selain untuk meng-Esakan Allah, juga untuk memberikan peraturan (syari'at) dan untuk lain-lain, diantaranya juga untuk memperkenalkan isi alam raya ini kepada manusia, jauh sebelum para ilmuwan menemukan rahasianya. Pergantian2 siang dan malam berputar-putar ini diibaratkan serban orang Arab yang berputar-putar dikepala, ini tampak terlihat bila kita berada pada pesawat ruang angkasa yang sedang meninggalkan ataupun sedang kembali kebumi. Dengan begitu, melalui potongan ayat 5 Surah Az-Zumar yang berbunyi :

'.... Dia menggulungkan malam atas siang dan menggulungkan siang atas malam...."

Seakan-akan Allah Swt menjelaskan kepada umat manusia bahwa : 

Bumi berotasi (berputar) pada sumbunya, Bumi bulat adanya

Sebab apabila saja terjadi misalnya kejadian bumi tidak bulat ataupun bumi tidak berotasi pada sumbunya, maka salah satu hal tersebut terjadi, maka sebagai tempat dipermukaan bumi yang berada di Khatulistiwa sekalipun akan mengalami keadaan malam berkepanjangan, sebaliknya lokasi yang tegak lurus dengan tempat tersebut akan mengalami keadaan siang berkepanjangan.

·         Bumi

Berbicara mengenai bumi, maka sama seperti pokok-pokok yang dibicarakan mengenai penciptaan benda-benda lainnya, ayat yang mengenai bumi ini adalah tersebar diseluruh Qur'an. Untuk mengelompokkannya tidaklah mudah. Untuk terangnya pembahasan ini, pertama kita dapat memisahkan ayat-ayat yang biasanya membicarakan bermacam-macam persoalan akan tetapi ayat-ayat tersebut mempunyai ciri umum, yaitu mengajak manusia untuk memikirkan nikmat-nikmat Tuhan dengan memakai contoh-contoh. Ada lagi kelompok ayat-ayat yang dapat dipisahkan, yaitu ayat-ayat yang membicarakan soal-soal khusus seperti :

Siklus (peredaran) air dan lautan

Dataran Bumi

Atmosfir bumi

·         Siklus Air dan Lautan

Jika pada waktu ini kita membaca ayat-ayat Qur'an yang mengenai air dan kehidupan manusia, ayat demi ayat, semuanya akan nampak kepada kita sebagai ayat-ayat yang menunjukkan hal yang sudah jelas. Sebabnya adalah sederhana; pada jaman kita sekarang ini, kita semua mengetahui siklus air dalam alam, meskipun pengetahuan kita itu tidak tepat keseluruhannya. Tetapi jika kita memikirkan konsep-konsep lama yang bermacam-macam mengenai hal ini, kita akan mengetahui bahwa ayat-ayat Qur'an tidak menyebutkan hal-hal yang ada hubungannya dengan konsep mistik yang tersiar dan mempengaruhi pemikiran filsafat secara lebih besar daripada hasil-hasil pengamatan. Dalam ayat-ayat Qur'an tidak terdapat konsepsi yang salah, malah semakin ilmiah saja.

"Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfa'atnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan." (QS. 50:9-11)

"Dan kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkan. Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan."(QS. 23:18-19)

·         Lautan

Sebagaimana ayat-ayat Qur'an telah memberikan bahan perbandingan dengan ilmu pengetahuan modern mengenai siklus air dalam alam pada umumnya, hal tersebutakan kita rasakan juga mengenai lautan. Tidak ada ayat AL-Qur'an yang mengisahkan mengenai kelautan yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Begitu juga perlu digaris bawahi bahwa tidak ada ayat Qur'an yang membicarakan tentang lautan menunjukkan hubungan dengan kepercayaan -kepercayaan atau mitos atau takhayul yang Terdapat pada jaman Qur'an diwahyukan.

Beberapa ayat yang mengenai lautan dan pelayaran mengemukakan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang nampak dalam pengamatan sehari-hari, dimana semua itu untuk dipikirkan.

Ayat-ayat tersebut adalah :

"Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah Menundukkan (Pula) bagimu Sungai-sungai." (QS. 14:32)

·         Atmosfir Bumi

Dalam beberapa aspek yang mengenai langit secara khusus dan yang telah kita bicarakan dalam posting-posting yang lalu, Qur'an memuat beberapa paragraf yang ada hubunnnya dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam atmosfir.

Mengenai hubungannya paragraf-paragraf Qur'an tersebut dengan hasil-hasil Sains Modern, kita dapatkan seperti yang sudah-sudah dilain persoalan tidak adanya kontradiksi dengan pengetahuan ilmiah yang sudah dikuasai manusia sekarang tentang fenomena-fenomena yang disebutkan.

·         Ketinggian (Altitude)

Sesungguhnya ini adalah pemikiran sederhana terhadap rasa, 'tidak enak' yang dirasakan orang ditempat yang tinggi, dan yang akan bertambah-tambah jika orang itu berada dalam tempat yang lebih tinggi lagi, hal ini dijelaskan dalam Surah Al-An'aam ayat 125:

·         Listrik di Atmosfir

Listrik yang ada diatmosfir dan akibat-akibatnya seperti guntur dan butir-butir es disebutkan dalam beberapa ayat sebagiamana berikut :

"Dia-lah yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia Kehendaki, daN mereka berbAntah-bantahaN tentang AllAh, dan dia-lAh Tuhan Yang Maha keras sIksa-Nya." (QS. 13:12-13)

Surah An-nur ayat 43.

"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatan olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran -butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung -gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkaN penglihatan." (QS. 24:43)

Dalam dua ayat tersebut digambarkan hubungan yang erat antara terbentuknya awan -awan berat yang mengandung hujan atau butiran-butiran es dan terbentuknya guntur.

Yang pertama sangat dicari orang karena manfaatnya dan yang kedua ditolak orang. Turunnya guntur adalah keputusan Allah. Hubungan antara kedua fenomena atmosfir sesuai dengan pengetahuan tentang listrik atmosfir yang sudah dimiliki oleh manusia sekarang.

·         Bayangan

Fenomena yang sangat luar biasa dijaman kita, yaitu bayangan dan pergeserannya disebutkan dalam ayat-ayat berikut :

"Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu." (QS. 25:45) [10]

Contohnya juga, para ulam menafsirkan arti kata al ‘alaq dalam ayat-ayat yang menerangkan proses kejadian janin dengan al-dam al-jamid atau segumpal darah yang beku. Dan dapat disimpulkan bahwa proses kejadian manusia terdiri atas lima periode : (1) Al-Nuthfah; (2) Al ‘Alaq; (3) AL-Mudhghah; (4) Al-Idzam; dan (5) Al-Lahm.

Apabila seseorang mempelajari embriologi dan percaya akan kebenaran Al qur’an, maka dia sulit menafsirkan al-‘alaq tersebut dengan segumpal darah yang beku. Menurut embriologi, proses kejadian manusia terbagi dalam tiga periode :

Periode Ovum

Periode Embrio

Periode foetus[11]

Demikian seterusnya, sehingga amat tepatlah kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya Al-Qur’an, Bible dan sains Modern, bahwa tidak satu ayat pun dalam Al qur’an yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

 

Beberapa Pandangan Ilmu Pengetahuan dan Islam

Ziauddin Sardar membagi pendapat ilmuwan Muslim tentang hubungan ilmu pengetahuan dan Islam ke dalam 3 kelompok.7 Pertama, kelompok yang menilai bahwa ilmu pengetahuan adalah netral dan universal. Mereka mencari rumusan-rumusan dalam Al-Qur'an yang cocok dengan hasil penemuan ilmu pengetahuan modern. Mereka menyimpulkan bahwa rumusan-rumusan dalam Al-Qur'an sangat cocok dengan temuan ilmu pengetahuan modern. Pendekatan ini terlihat kental dari karya Maurice Bucaille; The Bible, The Qur'an and Science yang tersebar luas. Kelompok ini kadang ada yang menyebut dengan Buchaillisme. Pesan yang disampaikan adalah dengan kecocokan ini membuktikan bahwa Al-Qur'an merupakan kitab yang memiliki kebenaran hakiki yang datang dari pencipta alam semesta. Pendekatan ini terlihat memberikan manfaat yang besar dengan pesan yang disampaikan tersebut. Namun, menurut Sardar, ada yang perlu diwaspadai dengan pendekatan ini, yakni Al-Qur’an dapat dilihat sebagai kitab ilmu pengetahuan dan bukan kitab hikmah. Umat Islam membaca Al-Qur’an lebih berusaha untuk menafsirkan ilmu pengetahuannya saja dengan menipiskan perannya sebagai petunjuk hidup. Bahaya lain yang perlu diwaspadai, masih menurut Sardar, adalah tujuan pengembangan iptek dibatasi pada pembuktian rumusan-rumusan ilmu pengetahuan yang ada di dalam Al-Qur’an sehingga tidak menuntun umat Islam untuk bersifat kreatif dan inovatif di rimba ilmu pengetahuan yang sangat luas. Al-Qur’an harus dijadikan titik tolak pengembangan ilmu pengetahuan, bukan sebagai muara akhir pengembangan ilmu pengetahuan.

Kedua, kelompok yang masih mempertahankan netralitas dan universalitas ilmu pengetahuan, namun fungsinya harus diubah diarahkan menuju cita-cita Islam dan masyarakatnya. Kelompok ini, menurut Sardar, dipelopori oleh Z.A. Hasyimi dari Pakistan. Hasyimi menganjurkan agar para ilmuwan Muslim mampu menghilangkan unsur-unsur yang tidak diinginkan dalam ilmu pengetahuan barat. Mereka harus memahami sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan serta memiliki kesadaran akan masa depan perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan Muslim yang dapat dikatagorikan dalam kelompok ini, termasuk peraih hadiah Nobel Abdus Salam. Dia pernah menegaskan "Saya tidak dapat melihat perbedaan ruh dalam aljabar modern dengan yang dilakukan para ilmuwan Muslim, atau tradisi modern optika dengan Alhazen atau antara pengamatan Razi dengan perluasan modernnya." Sardar mengkritisi kelompok ini dengan menyatakan bahwa kelompok ini terlalu mengecilkan peran ilmu pengetahuan dalam perubahan masyarakat. Dia mengkhawatirkan, dengan pendekatan ini ilmu pengetahuan modern yang berakar dari sistem nilai barat dapat menghancurkan system nilai yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk terjadinya konflik tujuan antara tujuan ilmu pengetahuan barat dengan tujuan masyarakat Islam.

Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak yakin dengan netralitas dan universalitas ilmu pengetahuan. Mereka berpendapat bahwa ilmu pengetahuan barat dibangun dengan cara pandang dan filosofi barat termasuk dalam memandang realitas.

Kelompok ini berpendapat konstruksi ilmu pengetahuan perlu dibangun kembali dengan cara pandang yang Islami. Sardar termasuk yang cenderung dengan kelompok ini. Deliar Noer kurang setuju dengan pendapat kelompok ini. Dia menyatakan bahwa langkah ini terlalu rumit, memakan waktu panjang dan memiliki tantangan yang sangat besar.[12]

Demikianlah 3 bentuk usaha yang telah dilakukan para ilmuwan Muslim dalam mensikapi ilmu pengetahuan dikaitkan dengan nilai-nilai Islam yang diyakininya. Tiga bentuk ini, tentu saja, masih mungkin terus berkembang dengan semakin tingginya kesadaran umat Islam akan keislamanya.

Korelasi antara Beberapa Pernyataan Ilmiah Al-Qur'an dengan Ilmu Pengetahuan
Kata-kata atau pernyataan yang dipakai dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan aktivitas berpikir bukan hanya `aqala tetapi juga dengan kata-kata lain, di antaranya:
1. Nazara yaitu melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung. Kata ini terdapat dalam 30 ayat lebih, di antaranya yang terdapat dalam Al-Qur'an surat al-Ghâsiyah ayat 17-20, yang Artinya:

"Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dibentangkan?"


Perintah untuk merenungi alam semesta, baik makhluk hidup maupun makhluk yang tak bernyawa sebagaimana yang tercantum dalam ayat di atas, dan jaminan bahwa hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta ini tidak berubah, mengandung janji apabila kita mematuhi perintah tersebut, maka kita akan menemukan sebagian dari hukum-hukum yang ditetapkan-Nya itu dan kita akan dapat menguasai sains dan mampu mengembangkan teknologi untuk kebahagiaan manusia. Kata nazara dapat berarti mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan atau observasi dan pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita. Dengan demikian, nazara yang dianjurkan Al-Qur'an ternyata merupakan hal yang biasa dilakukan para ahli dalam mengembangkan sains modern.


2. Tadabbara yaitu merenungkan sesuatu yang tersurat dan tersirat. Kata ini banyak dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya yang terdapat dalam surat Muhammad ayat 24 yang berbunyi:

"Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?"


Dengan melakukan tadabbur sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, maka manusia akan diantarkan kepada suatu fakta bahwa Al-Qur'an menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai hal yang tersurat seperti ayat-ayat Al-Qur'an dan tanda-tanda yang terdapat dalam alam (ayat kauniyah), dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi. Al-Qur'an menunjukan bahwa materi bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai, tetapi di dalamnya terdapat tanda-tanda yang membimbing manusia menuju Allah dan menunjukkan keagungannya. Alam semesta adalah ciptaan Allah, Al-Qur'an mengajak manusia untuk menyelidiki dan mengungkap tentang keajaiban alam serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang berlimpah ruah untuk kesejahteraan hidup manusia. Jadi Al-Qur'an membawa manusia mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas konkrit yang terdapat dalam alam semesta. Hal ini sejalan dengan aktivitas dalam dunia ilmu pengetahuan, yaitu mengadakan observasi, melakukan berbagai eksperimen, dan menarik kesimpulan mengenai hukum-hukum alam yang berdasarkan observasi dan eksperimen tersebut. Dengan ilmu pengetahuan manusia dapat mencapai Yang Maha Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan Al-Qur'an menunjukkan kepada realitas intelektual Yang Maha Besar, yaitu Allah Swt lewat ciptaan-Nya. Dengan cara seperti ini akan terwujud keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan ketinggian iman kepada Allah Swt.


3. Tafakkara yaitu berpikir secara mendalam. Kata ini terdapat dalam Al-Qur'an sebanyak 16 ayat, di antaranya sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Jâsiyah ayat 13 yang berbunyi:

"Ia buat segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi tunduk padamu, semuanya adalah dari-Nya, padanya sungguh terrdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir".


4. Faqiha yaitu mengerti secara mendalam. Kata ini dijumpai dalam Al-Qur'an sebayak 16 ayat, di antaranya firman-Nya dalam Al-Qur'an surat al-Taubat ayat: 122 yang berbunyi:

"Tidak semestinya orang-orang mukmin semua pergi (berperang). Mengapa sebagian dari tiap golongan tidak pergi memperdalam pemahaman tentang agama agar dapat memberi peringatan bagi kaumnya, bila mereka kembali. Semoga mereka berjaga-jaga".


Ayat-ayat tersebut mendorong para ulama zaman klasik untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai sumber dengan melekukan beberapa penerjemahan berbagai macam keilmuan yang dimulai pad aabad VII.


5. Tazakkara yaitu memahami dalam bentuk pemahaman yang mendalam. Sebagai contoh firman Allah dalam AlQur'an surat al-Anbiyâ ayat 78-79) yang berbunyi:

Dan Daud serta Sulaiman sewaktu mnenentukan keputusan tentang ladang ketika domba masuk ke dalamnya pada malam hari, dan kami menjadi saksi atas keputusan itu . Kami buat Sulaiman memahaminya dan kepada keduanya kami berikan nikmat dan ilmu. Kami jadikan bersama Daud gunung dan burung tunduk memuja kamilah pembuat semua itu.

 

7. 'Aqala yaitu menggunakan akal atau rasio. Di dalam Al-Qur'an tidak kurang dari 45 ayat yang berbicara tentang pemakaian akal yang merupakan bagian integral dari pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Anfâl ayat 22 yang berbunyi:

"Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli, bisu, dan tidak mempergunakan akal".[13]

Dengan memperhatikan ayat-ayat di atas, nampak jelas bahwa Al-Qur'an banyak mengandung perintah kepada manusia untuk memperhatikan alam (kosmos). Alam penuh dengan tanda-tanda yang harus diperhatikan, diteliti, dan dipikirkan oleh manusia agar mereka mengetahui rahasia yang terkandung di balik tanda-tanda itu. Pemikiran mendalam mengenai tanda-tanda itu membawa kepada pemahaman tentang berbagai fenomena alam itu sendiri. Hal ini akan melahirkan keyakinan yang kuat akan eksistensi Tuhan Pencipta alam dan hukum alam yang mengatur perjalanan alam. Di sisi lain dari pemikiran yang mendalam tersebut akan diperoleh temuan-temuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Penutup

Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Salah satu kemu’jizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuaan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali Q.S Al-‘alaq 96/1-5.

Al-Qur’an juga selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkinan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Sains dan ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali. Adapun karekteristik dari sains Islam adalah keterpaduan antara potensi nalar, akal dan wahyu serta dzikir dan fikir, sehingga sains yang dihasilkan ilmuan Muslim batul-betul Islami, bermakna, membawa kesejukan bagi alam semesta.

Dalam penafsiran ilmiah Al Quran tentang ilmu pengetahuan, setidaknya dapat dikelompokkan menjadi 3 hal. Yaitu; Bahasa, Konteks ayat atau kata dan Sifat Penemuan Ilmiah. Kaitannya penemuan ilmiah ini, salah satu faktornya adalah selalu berkembanganya ilmu pengatahuan terhadap penemuan-penemuan ilmiah sepanjang masa. Contoh kecil dari penemuan ilmiah adalah Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47 ), Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5), Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisa-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88), Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses foto sintesis sehingga menghasilkan energy (QS 36:80) dan Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7; 96:2).

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

a.       Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (Bandung: Pustaka. 1983)
Abuddin Nata, Al-Qur'an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996), cet. ke-5.

b.      Al-Fajlur Rahman, Al-Qur'an Sumber Ilmu Pengetahuan, terjemah Prof. HM. Aripin, M.Ed (Jakarta:Bina Aksara. 1989), cet. ke-1.

c.       Roger Garaudy, Janji-janji Islam, Terjemahan Prof. HM. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang. 1984), cet. ke-2.

d.      M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosila Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, 2002.
Howard R. Turner, Sains Islam Yang Mengagungkan Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, Nuansa, Bandung, 2004.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknelogi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999.

e.      http://www.geocities.com/arman_syah/



[1] A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (Bandung: Pustaka. 1983), hlm. 1


[2] Abuddin Nata, Al-Qur'an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996), cet. ke-5, hlm. 99


[3] Ibid hal 102


[4] Roger Garaudy, Janji-janji Islam, Terjemahan Prof. HM. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang. 1984), cet. ke-2, hlm. 89


[5] Howard R. Turner, Sains Islam Yang Mengagungkan Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, Nuansa, Bandung, 2004. h. 75


[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. h. 2


[7] R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknelogi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999. h. 71


[8] Al-Fajlur Rahman, op cit, hal 143


[9] Nata, op cit, hlm. 107-110
[10] Armansyah, Al Aquran dan Ilmu Pengetahuan, http://www.geocities.com/arman_syah/

[11] A. Baiquni, op cit, hal 78

[12] R.H.A. Sahirul Alim, op cit, hal 19-28

[13] M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosila Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, 2002. h. 531.




Leave a Reply.